Tanggal Hijriah

salam

RSS

Tari Zapin

Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tari Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan dikalangan raja-raja di istana setelah dibawa oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16.

Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas.





Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan.



Di Brunei Darusalam, tarian Zapin cukup banyak macamnya seperti rentaknya dan geraknya dan mengikut dari segi sebutannya yaitu dialek orang Brunei zapin lebih dikenali dengan sebutan '"Jipin"'. Berikut ini adalah tarian Zapin di Brunei:
  1. Zapin Laila Sembah (Jipin Laila Sembah)
  2. Zapin Tar (Jipin Tar)
Asal-usul tarian zapin di Brunei dipercayai besar pengaruhnya dari kedatangan Pedagang Arab ke kepulauan Brunei. Tidak ada bukti yang akurat tentang hal ini, namun kedatangan pedagang Arab mampu mengubah seni budaya dari segi tarian. Bukti yang dapat dipegang yaitu banyak orang brunei keturunan Arab seperti Sultan Sharif Ali sultan Brunei ketiga

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Macam-macam alat musik tradisional indonesia

1 Gamelan, okestranya orang jawa ....


Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.






2.Kecapi

kacapi
Kacapi merupakan alat musik petik yang berasal dari Jawa Barat, biasa digunakan sebagai pengiring suling sunda atau dalam musik lengkap, sampai saat ini masih terus dilestarikan dan dijadikan kekayaan seni Sunda yang sangat bernilai bagi masyarakat asli Jawa Barat.
Membutuhkan latihan khusus untuk dapat memainkan alat musik ini dengan penuh penghayatan, tak jarang latihan dilakukan di alam terbuka agar dapat menyatukan rasa dan jiwa sang pemetik Kacapi, lebih dari itu semua suara yang dihasilkan dari alat musik ini akan menenangkan jiwa para pendengarnya, dan mampu membawa suasana alam Pasundan di tengah-tengah pendengar yang mulai terhanyut dengan buaian nada-nada yang indah dari Kacapi.
















3 Angklung.


Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[rujukan?]
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.







                                                                                 



4 Calung


Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

















 Perkembangan

 Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.




5 Saron

Saron (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perkembangan Reog Ponorogo

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.


sejarah reog ponorogo
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok , namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya . Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya  .
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis 
keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.


Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tari Saman

Tari Saman adalah sebuah tarian adat yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. erakanSelain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nama tarian "Saman" diperoleh dari salah satu ulama besar NAD, Syech Saman.


Makna dan Fungsi

Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (Dakwah). Tarian ini mencerminkan Pendidikan, Keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan group sepangkalan ( dua group ). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing group dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.








Nyanyian

Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Dimana cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :

1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Gerakan

Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.Diduga,ketika menyebarkan agama islam,syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno,kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudakan dakwahnya.Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Macam-macam alat musik tradisional indonesia

1 Gamelan, okestranya orang jawa ....

Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.









2.Kecapi

kacapi
Kacapi merupakan alat musik petik yang berasal dari Jawa Barat, biasa digunakan sebagai pengiring suling sunda atau dalam musik lengkap, sampai saat ini masih terus dilestarikan dan dijadikan kekayaan seni Sunda yang sangat bernilai bagi masyarakat asli Jawa Barat.
Membutuhkan latihan khusus untuk dapat memainkan alat musik ini dengan penuh penghayatan, tak jarang latihan dilakukan di alam terbuka agar dapat menyatukan rasa dan jiwa sang pemetik Kacapi, lebih dari itu semua suara yang dihasilkan dari alat musik ini akan menenangkan jiwa para pendengarnya, dan mampu membawa suasana alam Pasundan di tengah-tengah pendengar yang mulai terhanyut dengan buaian nada-nada yang indah dari Kacapi.
















3 Angklung.


Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[rujukan?]
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.







                                                                                 



4 Calung


Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

















 Perkembangan

 Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.




5 Saron

Saron (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tarian tradisional Korea

Tarian tradisional Korea (한국 무용; Hanguk Muyong) adalah bentuk seni tari yang berasal dari kebudayaan masyarakat Korea. Tarian tradisional Korea dibedakan menjadi 2 buah kategori, yakni tarian istana dan tarian rakyat. Teks sejarah menuliskan tentang kegemaran rakyat Korea kuno menari dan menyanyi berhari-hari, bermalam-malam sebagai bagian dari ritual pemujaan kepada dewa-dewa. Mereka juga menari untuk mengekspresikan jiwa (sin) dan kegembiraan (heung).

Selendang

Melalui teks-teks kuno, penari Korea pada masa lalu selalu menari dengan selendang panjang di tangan (hansam). Ada pepatah Korea yang berbunyi, ”Seseorang yang memiliki selendang panjang adalah penari yang bagus dan seseorang yang memiliki banyak uang adalah pedagang yang sukses ” Hal ini mengilustrasikan hal yang dianggap penting sebagai tarian yang indah oleh orang Korea kuno dan mengindikasikan gaya utama tarian tradisional mereka.

Sejarah

Zaman Tiga Kerajaan

Korea memiliki sejarah tarian yang panjang dan beragam. Namun begitu, dikarenakan kondisi yang tidak menguntungkan, hanya sedikit saja bahan bukti yang dapat menjelaskan tentang tarian Korea di zaman kuno.

Goguryeo

Tari dari zaman kerajaan Goguryeo (37 SM-668 M) merupakan bukti paling awal yang menunjukkan seni tari rakyat Korea. Ini diketahui melalui lukisan dinding kuno bernama Muyongchong (Makam Penari) dari abad ke-5 sampai 6 Masehi. Lukisan dinding Muyongchong memperlihatkan 5 orang penari mengenakan kostum dengan selendang tangan yang panjang sambil berbaris dan mengangkat tangan. Tujuh orang penyanyi laki-laki dan perempuan digambarkan berada di bagian bawah lukisan. Li Bai, seorang penyair Cina yang terkenal menuliskan puisi tentang tarian Goguryeo pada saat dipentaskan di istana Dinasti Tang, yang berbunyi:
Mengenakan mahkota emas, sang penari,
Seperti kuda putih, berputar dengan gemulai
Selendang putihnya berkibar melawan angin,
Seperti burung, dari Laut Timur

Baekje

Di Baekje, rakyatnya menarikan Takmu, tarian yang ditampilkan pada saat musim tanam antara bulan Mei sampai Oktober. Tari ini tertulis pada teks sejarah dan diperkirakan merupakan asal mula dari kesenian nongak (musik petani). Takmu merupakan tarian yang ditarikan secara berkelompok dimana semua warga desa ikut berpartisipasi serta memainkan alat musik. Seorang seniman Baekje bernama Mimaji memperkenalkan kesenian giak ke Jepang dan sampai sekarang masih dipentaskan di Korea dan Jepang dalam bentuk sendratari topeng.

Silla

Seni tari rakyat kerajaan Silla mengkombinasikan elemen-elemen budaya dari Baekje, Goguryeo dan Cina. Sebagian besar karya tari dan musik dipengaruhi oleh tema-tema agama Buddha. Tari-tarian ini umumnya dinikmati oleh kaum bangsawan. Beberapa buah tarian diwariskan ke dinasti-dinasti berikutnya sampai saat ini, antara lain Geommu (tari pedang) dan Cheoyongmu (tari Cheoyong). Keduanya berasal dari tari rakyat namun diperkenalkan ke istana sehingga memikat banyak orang dari kedua kelas. Jenis tarian lain yang masih hidup saat ini antara lain Muaemu (tari biksu Wonhyo), Saseonmu (tari empat dewa), dan Seonyurak (tari pesta perahu). Geommu, Cheoyongmu, dan Muaemu adalah tarian yang bernuansa patriotisme dan semangat, sementara Saseonmu dan Seonyurak lebih bertema harapan akan perdamaian.

Dinasti Goryeo

Dinasti Goryeo (918-1392) menyerap dasar-dasar kebudayaan dan kesenian Silla, termasuk seni tari. Berbagai festival dari masa Silla seperti Palgwanhoe dan Yeondeunghoe masih dirayakan dengan meriah di periode ini, bahkan menjadi perayaan terpenting bagi kerajaan dan rakyat jelata. Walau Buddhisme adalah agama negara, masyarakat Goryeo juga menganut agama asli, Shamanisme. Oleh karena itu, perayaan-perayaan agama Buddha dan Shamanisme dapat berdampingan bahkan Palgwanhoe yang memuja dewa-dewa Shamnisme lebih penting daripada Yeondeunghoe yang memuja Buddha. Kesenian agama Buddha pun dipadukan dengan unsur-unsur Shamanisme yang kental.
Musik yang dimainkan dalam ritual agama Buddha dinamakan Beompae dan tariannya dinamakan Jakbeop, terutama dipentaskan untuk mendoakan arwah orang mati. Tarian Jakbeop (Jakbeop-mu) sebagian besar ditampilkan dalam bagian shikdang-jakbeop pada Yeongsanjae, upacara agama Buddha Korea yang paling besar. Jakbeopmu mencerminkan ritual Shamanisme yang dilakukan untuk menentramkan jiwa orang mati dan mengirimkannya ke surga.

Dinasti Joseon

Dinasti Joseon menganut paham Konfusianisme dan kehidupan masyarakat berubah dari aristokratik menjadi birokratik. Karena paham Konfusianisme dalam pemerintahan Joseon mencakup aspek ritual (ye) dan musik (ak), maka raja ikut mendukung bidang seni dan kebudayaan. Hasilnya adalah berkembang pesatnya tari-tarian istana dengan jumlah yang diciptakan mencapai 36 jenis sehingga totalnya jika digabungkan dengan tarian dari masa sebelumnya hingga akhir dinasti, mencapai 53 jenis. Perkembangan pesat dalam seni tari dan musik dimaksudkan untuk memperkuat fondasi dinasti dan sebagai harapan akan kesejahteraan bangsa dan negara. Di awal periode ini, Raja Sejong mulai bertanggung jawab mengelola bidang seni musik dan tari Joseon. Banyak karya musik dan tari diciptakan dan pada masa pemerintahannya tidak hanya repertoar musik menjadi semakin bervariasi, namun untuk pertama kalinya beberapa tarian dikombinasikan menjadi pertunjukkan drama. Selain itu, langkah besar diambil dalam bidang musik dan tari dengan mempraktikkan ”Yin Yang dan Lima Negara” menjadi tarian baru, contohnya adalah Obang Cheoyongmu dan Jeongdaeeop.

Tarian istana

Tarian istana (궁중무용; Gungjung Muyong) yang dipentaskan di istana ditampilkan oleh para penari profesional untuk tujuan kesenangan dan memiliki karakter yang berbeda dari tarian festival istana atau tarian rakyat yang mengikutsertakan orang-orang untuk menari bersama. Berdasarkan lukisan di makam dinding Goguryeo, dipercaya tarian istana Korea telah ada sejak zaman Tiga Kerajaan.

Tarian rakyat

Tarian rakyat Korea (민속무용) bermula dari berbagai ritual keagamaan dan upacara pemujaan kepada dewata-dewata shamanisme (gut) serta perayaan-perayaan rakyat. Tarian rakyat yang lahir dari peristiwa-peristiwa ini dibentuk dan dipelihara oleh masyarakat sebagai hal yang penting dalam kehidupan mereka. Lama-kelamaan tarian-tarian ini menyatu ke dalam berbagai aktivitas masyarakat selain kegiatan religius seperti untuk hiburan dan kesenian.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Alat musik tradisional

Sungguh sebuah kekayaan intelektual milik budaya Indonesia yang tak ternilai harganya.  Namun dilain pihak banyak pula yang tidak mengetahui bahkan sama sekali belum pernah mendengar alat musik tradisional tersebut dimainkan, ditengah derasnya industri musik modern alat musik tradisional ini semakin terpinggirkan.

angklung
Angklung dari Jawa Barat
Baca juga : KlungBot, Robot Musik Buatan Anak SD dan SMP yang mahir main angklung.  Dan setelah sebelumya diklaim oleh Malaysia : Akhirnya Angklung Indonesia Di Akui Oleh UNESCO, Malaysia Tidak Bisa Lagi Mengklaimnya.
kulintang
Kulintang dari Sulawesi Utara
rebana_jawa
Rebana dari Jawa
tifa
Sasando dari NTT
Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Indonesia memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula dari alat musik tradisional Indonesia ‘dicuri’ oleh negara lain  untuk kepentingan penambahan budaya dan seni musiknya sendiri dengan mematenkan hak cipta seni budaya dari Indonesia.
Dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah ketika alat musik tradisional tersebut sudah mulai dilupakan, tiba-tiba kita tersentak kaget saat negara lain dengan leluasa meng-klaim bahwa alat musik tradisional tersebut adalah milik mereka.  Ingat peristiwa Angklung. Meskipun kemudian Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia Indonesia dari UNESCO pada November 2010. Namun masih banyak lagi alat musik tradisional kita yang terancam ‘dicuri’ seperti Bonang, Calempong, Gambang, Kenong, Saron, dll oleh negara lain, bahkan tanpa malu-malu sudah mereka daftarkan seperti yang ada pada sebuah website.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Angklung

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.


Asal-usul

Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[rujukan?]
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sejarah Kesenian India

* Kesenian India

 
Kebudayaan purba India berkembang sekitar 3000 SM di lembah sungai Indus – Pakistan. Dari beberapa hasil temuan ternyata sudah menunjukan suatu bentuk kebudayaan yang bermutu tinggi. Tetapi masih belum memberikan gambaran secara lengkap tentang peninggalannya, Karena masih belum banyak ditemukan
Peninggalan – peninggalanya antara lain:
a. Seni bangunan, contohnya reruntuhan bangunan yang ditemukan di dua kota lama (Mahenjo – Daro dan Harapa) menggunakan batu bata, penempatan bangunan dengan system sentral dan sudah ada bangunan yang bertingkat
b. Seni patung, berbaga naturalis dan stilasi terbuat dari batu logam dan kayu
c. Seni relief, berupa materai piktegraf dari lempengan tanah liat yang diberi gambar binatang (badak lembu atau singa) dan tulisan yang sampai sekarang masih belum bisa dibaca
Kemudian sejak munculnya ajaran Hindu – Budha maka berkembang berkembang kebudayaan yang bercorak khusus. Bentuk keseniannya mengarah pada gaya perlambangan (simbolisme) dengan berpedoman pada buku seni disebut “Silfa Sastra”
Peninggalan – peninggalan itu adalah;
a. Seni Banguanan India
- Stamba (Tugu Asoka) berfungsi sebagai media penyebaran ajaran Budha
- Stupa (caitya) berfungsi sebagai lambang ajaran Budha
- Kuil Budha (Chaitya Griha) merupakan bangunan tempat meditasi para pendeta Budha
b. Seni Patung India
Ketika masyarakat Budha masih bersifat Ai-Iconis (tidak mengenal patung sebagai media pemujaan), maka Budha hanya diwujudkan dalam bentuk perlambangan saja, seperti Tahta Budha, Cakra Budha atau Telapak Kaki Budha. Kemudian setelah India mendapat pengaruh dari kesenian Yunani-Romawi, barulah Budha diwujudkan dalam bentuk patung manusia dengan ciri – ciri masih memperlihatkan gaya seni patung Yunani (Dewi Apolo). Ciri – cirinya yaitu: bergaya realis, muka lonjong, rambut bergelombang dan sikap duduk kaki berjuntai. Dalam perkembangan selanjutnya seni patung India memperlihatkan ciri khasnya, yaitu raut muka seperti orang India, duduk bersila dengan sikap tangan tertentu yang mengandung atri (Mujra)
c. Seni Lukis dan Seni Relief India
Peninggalan seni relief India terdapat pada dinding di dalam biara – biara menggunakan teknik fresco yaitu melukis yang dikerjakan ketika dindingnya masih basah sedangkan seni reliefnya banyak terdapat pada dinding – dinding candi Hindu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karya seni Korea

Meski manusia mulai mendiami Semenanjung Korea pada Zaman Paleolitikum,
peninggalan-peninggalan yang ada menunjukkan bahwa asal-usul seni rupa Korea mulai
mengacu pada Zaman Neolitikum (kira-kira 6.000 sampai 1.000 SM).

Pahatan-pahatan batu pada tebing di sisi sungai, yang disebut Bangudae di Ulsan
di pantai tenggara Korea memberikan deskripsi yang jelas mengenai binatang-binatang
yang hidup di situ dan merupakan seni yang menonjol dari Zaman Prasejarah.

Nilai estetika masa ini juga bisa ditemui pada makam dan pola berbentuk terung pada
barang-barang tembikar untuk keperluan sehari-hari. Pada Zaman Perunggu
(kira-kira 1.000 – 300 SM), berbagai macam barang dari perunggu termasuk cermin,
lonceng, dan anting-anting dihasilkan, yang sebagian besar bertujuan menunjukkan
kekuasaan raja atau dibuat untuk tujuan-tujuan keagamaan serta untuk menimbulkan kekaguman.

Selama masa pemerintahan Tiga Kerajaan, Goguryeo (37 SM – 668 M), Baekje
(18 SM – 660 M), dan Silla (57 SM – 935 M), tiap kerajaan mengembangkan seni rupa yang
berbeda yang dipengaruhi oleh keadaankeadaan geografis, politis, dan sosial yang khas.


Patung Maitreya (Budha dari masa depan), terbuat dari perunggu yang
dari Kerajaan Goguryeo.
Lukisan dinding pada makam-makam Goguryeo, yang kebanyakan ditemukan di sekitar
Jiban dan Pyongyang, menunjukkan kebesaran seni kerajaan ini. Lukisanlukisan dinding
pada keempat dinding dan langit-langit ruang penguburan menampilkan gambar-gambar
dengan warna cerah dan gerakan penuh energi dan dinamis, menggambarkan pemikiran -
pemikiran mengenai kehidupan di bumi dan di dunia sesudah kematian.

Seni Baekje terutama ditandai oleh permukaan yang halus serta senyum-senyum yang
hangat seperti ditemukan pada gambar tiga serangkai Budha yang dipahat pada batu di
Seosan. Para arkeolog menemukan koleksi perhiasan emas yang kaya, termasuk mahkota,
anting-anting, kalung dan ikat pinggang dari makam-makam Kerajaan Silla, yang jelas
merupakan ungkapan kekuasaan.

Benang-benang dari emas serta biji-biji emas yang ditemukan di dalam makam bersama
dengan perhiasan-perhiasan yang amat indah membuktikan keterampilan artistik yang
sangat tinggi dari kerajaan ini.

Sementara itu, pengakuan resmi akan agama Budha sepanjang pemerintahan Tiga Kerajaan
berujung pada dibuatnya dibuatnya patung-patung Budha. Salah satu contoh utama adalah
patung Maitreya (Budha Masa Depan) yang duduk dalam meditasi dengan salah satu
jarinya menyentuh pipi.

Kerajaan Silla Bersatu (676 – 935) mengembangkan suatu budaya artistik yang telah
diperindah dengan selera internasional yang kuat sebagai akibat dilakukannya pertukaran -
pertukaran dengan Dinasti Tang dari Cina (618 – 907). Meski demikian, tetap saja agama
Budha menjadi kekuatan pendorong utama di balik perkembangan budaya Kerajaan Silla.
Gua Seokguram, contoh sempurna seni rupa Kerajaan Silla Bersatu, merupakan mahakarya
yang tidak ada bandingannya karena patungpatungnya yang megah, ungkapan-ungkapannya
yang realistis, serta bagian-bagiannya yang khas. Di samping itu, para pengrajin Kerajaan
Silla juga sangat mahir dalam membuat lonceng kuil. Lonceng-lonceng perunggu seperti
Lonceng Ilahi milik Raja Seongdeok yang dibuat pada akhir abad ke-8 terkenal karena
desainnya yang elegan, suaranya yang nyaring, serta bentuknya yang sangat besar.


Ssangyeongchong (Makam Dua Lajur), lukisan pada langit-langit dari
Kerajaan Goguryeo


Mahkota emas dari Kerajaan Silla


Nilai artistik Kerajaan Goryeo (918 –- 1392) dapat dilihat dari barang-barang seladon.
Warna hijau seperti pada batu permata jade, disain yang elegan, dan berbagai macam
seladon Goryeo merupakan keindahan yang sangat tinggi dan berbeda dari keramik -
keramik buatan Cina.

Sampai paruh pertama abad ke-12, seladon Goryeo dikenal karena warnanya yang bersih,
sedangkan pada paruh kedua abad tersebut teknik menoreh disain pada tanah liat dan
mengisi ceruk-ceruknya dengan tanah liat lunak warna putih atau hitam menjadi ciri utamanya.


Lonceng Ilahi milik Raja Seongdeok (akhir abad ke-18) merupakan yang
terbesar pada jenisnya di Korea


Bangunan kayu tertua yang dibangun pada masa ini serta masih ada sampai sekarang
adalah Muryangsujeon(Ruang Kehidupan Tak Terbatas) di Kuil Buseoksa di Yeongju,
Propinsi Gyeongsangbuk-do. Dipercaya bahwa bangunan ini dibangun pada abad ke-13.

Disain arsitektur dari kayu dalam Jaman ini dapat dikelompokkan dalam dua jenis besar,
jusimpo (siku-siku tiang untuk menopang atap) dan dapo (perangkat multi-siku yang
ditempatkan baik pada kusen di antara bubungan ataupun tiang-tiang). Secara khusus,
sistem dapo dikembangkan untuk pembangunan bangunan-bangunan megah berskala
besar. Dua bentuk konstruksi ini tetap menjadi dasar bagi pembangunan arsitektur
kayu sampai dengan berkuasanya Dinasti Joseon.

Buncheong, periuk yang terbuat dari tanah liat berwarna abu-abu dan dihiasi dengan
lapisan tanah liat lunak warna putih, merupakan jenis keramik yang dibuat pada masa
Dinasti Joseon. Keramik ini dilapisi oleh lapisan berwarna biru keabu-abuan yang mirip
dengan jenis seladon. Yang juga menjadi produk khas dari Jaman ini adalah porselen
porselen warna biru dan putih. Digunakan oleh rakyat biasa dalam kehidupan sehari-hari
mereka, barang-barang Buncheong dihiasi oleh pola-pola bebas.


Vas seladon yang ditatah dari Dinasti Goryeo


Teko seladon dalam bentuk kura-kura


Muryangsujeon, bangunan kayu tertua di Korea


Porselen putih, yang menunjukkan harmoni yang sempurna antara lekukan-lekukan dan
nadanada warna yang halus merupakan contoh puncak keindahan seni.
Dimulai pada pertengahan abad ke-15, porselen biru dan putih mulai menunjukkan
nilai estetik yang tinggi berkat polapola menawan yang dilukis pada zat warna kobalt
berwarna biru pada seluruh permukaan porselen.

Selama masa pemerintahan Dinasti Joseon (1392 – 1910), bangunan tradisional,
yang menginginkan keselarasan dengan alam semesta, berkembang pesat dengan ragam
luas dan kecanggihan tersendiri. Sungnyemun (dikenal juga sebagai Namdaemun) di pusat
kota Seoul merupakan contoh bangunan bernilai tinggi dengan gaya arsitektur dari masa
awal Dinasti Joseon.

Bangunan ini beserta banyak bangunan kuil dan istana yang lain kini sedang dibangun
kembali atau direstorasi dengan menggunakan metode-metode tradisional.


Vas porselen dari Dinasti Joseon yang berwarna biru dan putih dengan
desain bambu dan pohon cemara


Termos Buncheong dengan desain tanaman semak-semak

Arsitektur Barat diperkenalkan di Korea pada akhir abad ke-19, ketika gereja-gereja
dan kantor-kantor untuk kedutaankedutaan asing dibangun oleh para arsitek dan
insinyur dari luar negeri. Sejak era 1960-an, dalam proses industrialisasi dan urbanisasi
Korea, Pemerintah melangkah maju dengan rencana-rencana pembangunan dan sejumlah
bangunan tua yang indah dirubuhkan dan digantikan dengan bangunan-bangunan
baru yang tidak sedap dipandang mata.

Namun demikian, dalam tahun-tahun terakhir ini telah ada diskusi aktif mengenai hal
ini dan konsep yang telah ada sekian lama mengenai bagaimana menyelaraskan
bangunan-bangunan dengan alam kini sedang dihidupkan kembali.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Free Guitar Multi Glitter Cursors at www.totallyfreecursors.com